Benci, benci, dan benci.
Aku benci padamu.
Salahkah aku atas perasaan ini?
Bodohkah aku atas kebencian yang rumit?
Berapa lama lagi aku harus menipu nurani?
Berapa lama lagi lidahku harus memakimu?
Kamu.. Yang memberi ribuan luka dalam kotak kenangan. Yang menancapkan duri pengkhianatan disetiap sesakku. Yang tak pernah bisa kusingkirkan dari mimpiku. Yang memberiku mawar tapi bukan untuk menikmati harum, melainkan merasakan duri.
Bagaimana aku bisa untuk tidak membencimu?
Jika ada daftar orang yang tak pernah ingin aku kenal, kamu adalah urutan pertama.
Aku begitu tersiksa karenamu.
Bukan.. bukan hanya dengan perasaan benci.
Melainkan cinta.
Cinta yang membuatku tak pernah ingin membalas dendam.
Cinta yang membuatku gelisah akan keadaanmu.
Otakku memang membencimu, tapi tidak dengan hatiku.
Saat membencimu, hatiku bagai melemparkan sebuah boomerang.
Seakan ingin melemparkan rasa benci, tapi rasa benci itu datang kembali dengan sendirinya.
Seakan ingin menghapus namamu dari lubuk hati, tapi kenangan kita selalu terngiang dalam hembusan nafasku.
Apakah melihat air mata wanita adalah kegemaranmu?
Hancurkan saja hati ini. Aku tidak akan marah.
Jiwaku sudah cukup tegar untuk menyatukan kepingannya.
Aku tak peduli dengan cacian mereka atas tindakan bodohku ini.
Aku akan menutup telinga, menutup mata, dan menyebutkan namamu didalam hati.
Jika kata ‘bahagia’ hanya kutemukan dari dirimu, apalagi yang bisa kuperbuat?
Jika senyumku hanya bisa mengudara karenamu, apalagi yang bisa kuperbuat?
0 komentar:
Posting Komentar